Saturday, January 14, 2006

Cyber Camp - Akhir Tahun di Keteduhan Halimun

Cyber Camp
Kolaborasi Akhir Tahun di Keteduhan Halimun

Subuh baru saja usai. Irama dendang burung-burung pagi mulai nakal menggelitik, Hembusan angin yang sedikit kencang, menggetakan tiang-tiang tendaku. Balutan selembar kain maih mentup kaki dan seluruh badanku. Cukup hangat. Untungnya, cuaca hari ini, lumayan bersahabat. Aku membuka mata pelan, dua orang penghuni tenda lainnya sudah pergi entah kemana. Mungkin mandi atau mungkin juga sudah pergi mengambil jatah bubur kacang hijau dari panitia.

Minggu pagi awal Januari dua ribu enam. Selamat pagi. Selamat mengarahkan kehidupan kepada langkah baru yang panjang dan manis. Aku menggumam. Menarik kembali sleeping bag kesayangan ku. Meluruskan badan. Tapi mata tak juga mao terpejam. Aku menerawang.

“ De, ayo bangun, dah jam setengah lima nih, kasihan anak2 pada nunggu tar, kelamaan.” Kataku membangunkan seseorang yang masih tidur pulas. Yah, hari ini kami memang harus ekstra pagi berangkat ke meeting point Cyber Camp 2005 yang akan di gelar 2hari satu tahun di TNGH. Jarak rumah ke Jl Rasuna Said kuningan yang lumayan jauh, membuat kami harus berkemas dan cepat-cepat berangkat. Belum lagi karena ada beberapa teman yang pastinya sudah garing menunggu dari tadi.
Yang di tegur ternyata Cuma menjawab kecil dan kembali molor. Ampun…detik terakhir, tak ada pilihan lain kecuali menari kakinya dan diseret sampai kamar mandi. Jadilah ia berteriak-teriak sepagi ini.
“ Tumben udah mandi jam segini, mao hujan apa mo panas yah?” kata ibu
Aku Cuma bisa ngakak sambil berlalu.

Pukul setengah enam, kami bertolak ke Kuningan dengan mengendari bus umum. Sepagi ini jalanan memang belum terlalu ramai, jadi target satu jam, masih bisa di kejar. Kami berenam, akhirnya berangkat. Aku, Kissin, Deden, Kotax, Esti dan Sandi.

Di Kuningan, rombongan sudah berkumpul. Ada empat truk tronton menunggu untuk berangkat. Kurang satu. Sementara pendaftaran ulang peserta juga sudah mulai dilakukan. Aku yang menjadi coordinator dari millst pendaki sedikit aneh, karena tidak ada yang mencari ku. Padahal sebentar lagi, rombongan sudah akan berangkat. Dan pada menit-menit terakhir, kami semua sudah berkumpul. Akhirnya pada pukul delapan tepat, rombongan membelah jalan-jalan di keramaian Jakarta. Ada lima tronton yang bergerak beriringan, membentuk satu rangkaian panjang. Keceriaan yang nampak, terpancar dari raut muka para peserta. Jalanan yang di tempuh lumayan lancar, hampir tanpa macet sama sekali.

Menjelang siang hari, iring-iringan memasuki Kabupaten Sukabumi. Kami berbelok di pertigaan Parakan Salak, mengambil arah kekanan dan lurus. Jalanan besar berganti menjadi jalanan sempit dengan warung-warung dan sebagainya. Kehidupan semi kota. Sementara sepanjang jalan, banyak sekali dijumpai timbunan kayu-kayu potong yang sudah siap di pasarkan. Entah, dari mana hasil hutan ini. Penebangan liarkah, atau memang memberdayakan hutan industri atau PIR? Entah lah, pertanyaan itu sampai detik ini masih bersarang di otak dan belum keluar jawabannya.

Jam bergerak dengan lambat. Udara semakin dingin. Rintik hujan dijalur licin membuat mobil yang kami tumpangi berhati-hati sekali. Jembatan pertama, diperbatasan sebuah desa bernama Kabandungan, terlihat sangat rawan, jadilah kami harus turun dari truk dan menyebrang keseberang, sementara truk melintasi sarana penyebrangan itu dengan kosong. Baru saya sadari ketika akan pulang, ternyata jembatan itu, sangat-sangat rapuh, mungkin jika menahan beban lebih berat lagi akan sangat sulit untuk bisa bertahan.

Kami melaju terus, lia truk membelah jalan-jalan kecil desa Kabandungan menuju Cipeuteuy. Sampai terminal Cipeuteuy kami mengambil arah ke kanan, melawti portal. Jalan baru. Meski sebenarnya, jalan yang sebenarnya adalah jalan yang berbelok ke kiri. Setidaknya itu yang saya tahu. Beberapa penduduk sempat berpesan untuk hati-hati. Saya berdoa semoga tidak terjadi apa-apa. Beberapa kilo dari gerbang, kekacauan mulai terjadi. Truk paling depan berhenti. Dan kami semua berhenti. Dari hasil selidik, ternyata truk yang besar paling depan, tidak dapat melintasi jalan karena masih baru dan rawan longsor. Belum lagi tikungan-tikungan tajam disertai batu-batu yang membuat jalan semakin susah di tempuh. Kami semua turun. Mencari kesibukan masing-masing. Dan separuh berjalan untuk mengisi perut.

Jam di tangan sudah menunjukan pukul 1 lewat 40 menit. Berarti ini akan mulur, batin ku. Dari sini ke lokasi masih memakan tiga jam perjalanan. Sementara dari schedule yang sudah di arrange, kami akan sampai jam dua siang. Nampaknya, akan ada pergulatan emosi yang panjang, batinku kemudian.

Aku menunggu di sebuah warung. Bersama beberapa teman yang juga sama-sama „kelaparan”. Sementara beberapa teman panitia sibuk bernegosiasi dengan para sopir. Pekerjaan yang melelahkan memang. Beruntunglah, pada menit ke enampuluh dari jam dua siang, keputusan diambil. Kami melanjutkan perjalanan dengan menumpang dan menyewa beberapa truk yang memang biasa mondar-mandir di lintasan berbatu itu. Menyedihkan? Tidak juga. Menyikasa? Mmm sedikit. Karena harus rela berdiri selama kurang lebih dua setengah jam dalam hujan dan bergantungan di tepi truk terbuka. Layak sudah kami disebut pengembara. Ini mengingatkanku pada tahun-tahun pertama hoby pendakian. Dimana aku sering kali bertaruh nyawa untuk bisa sampai ke lokasi dengan menumpang mobil-mobil yang lalu-lalang dan kosong. Kemudian di kejar dan berlari secepat mungkin agar tidak tertinggal rombongan, demi menghemat stok uang yang ada di saku. BM. Yah...alias bonceng mobil.

Menjelang sore, truk pertama merapat di lokasi perkemahan di Bumi Perkemahan Citalahab Taman Nasional Gunung Halimun. Beberapa spanduk dari sponsor tampak menyambut kami ditengah siraman hujan gerimis. Akhirnya, dua jam dalam goncangan truk dapat kami atasi dengan sukses, meski punggung sakit dan betis yang bertambah besar menahan berat badan. Senyum kemenangan merekah dari wajah-wajah yang sayu keletihan. Kami menuruni jalanan tanah yang licin. Melintasi jembatan sungai berair jernih, dan menyebrang kelokasi kemah. Dipojok depan, kami disambut bau makan siang yang sudah terlewat. Karena lapar, kontan kami mendatangi tenda konsumsi berbondong-bondong. Nyatanya masalah belum berakhir disini. Setelah sadar, kami baru tahu bahwa tas dan carrier masih ada di mobil belakang, karena kami harus naik mobil pertama dan bawang-bawaan di angkut semuanya dalam mobil berikutnya. Aku menggerutu dalam hati…tapi nampaknya sudah tidak berguna…akhirnya kami pasrah pada keadaan dan nasib.

Pukul setengah delapan malam, rombongan terakhir datang. Membawa setumpuk tas yang dititpkan dalam hujan kepada para peserta. Solideritas kami diuji. Tanpa mengenal lelah, beberapa teman telah membawa barang-barang dari lokasi turun ke lokasi perkemahan. Tugas hari ini selesai. Aku mendirikan tenda dan berkeliling mencari beberapa rekan, mengkoordinasi acara untuk malam dan kemudian membaur bersama kehangatan teh manis bikinan seorang teman. Terima kasih kawan.

Acara puncak tahun baru dilalui dengan membakar seeokor kambing dan membuat api unggun. Beberapa pengamen mendendangkan lagu Kemesraan yang shadu. Udara dingin, hujan rintik-rintik. Meski hanya separuh dari peserta yang berpartisipasi, kami merasa, ini adalah malam terbaik dalam hidup kami.

Acara door prize dan gamez baru diadakan hari berikutnya. Disusul oleh sesi poto dan kemudian sesi pembicaraan dari sponsor dan undangan.
Kami pulang tepat pukul dua sore hari. Melewatkan hari-hari bersama sembilan komunitas penggiat alam bebas dengan tanpa batas.
Terima kasih Tuhan. Kau biarkan udara-Mu masih memenuhi rongga dadaku hari itu.

Boim Akar terima kasih;
Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan nikmat-Mu
Rasulullah Muhammad SAW untuk menjadi tauladanku
Ibu di rumah – Terima kasih untuk mengajarkan cinta pada tiap hembusan nafas-mu
9 Millist komunitas alam bebas. High Camp, Pendaki, Pangrango, Merbabu, Nature Trekker, Jejak Petualang, Jejak Alam, Geografic Indonesia,
Panitia kegiatan, dan Geng Buncit
Actech, the supporter acara
Bang Ogun, tamu istimewa
Geng Bekasi…Kissin –my gondrong brother-, Deden
Special Thanks, Sam om Bongkeng, Rep2, Enoy, Nanha, Ismi, Mia, Tetty, Hanief, Ical, Heru, Ibet, Lili, Ichi, very, Waku, Acong, Om Liem, semua panitia…
Semua peserta…u’are gorgeous

Boim Akar
Hidup akan terus berjalan selambat apapun dia
Dan roda akan terus berputar selambat apapun dia
Putran roda hidup yang membawa mu kepadaku

***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home