Saturday, October 29, 2005

Cerpen - Bongkeng dan Sebuah Motor bernama Angelina Joulie

Kisah Keluargaku
Bongkeng dan Sebuah Motor bernama Angelina Joulie
Oleh : Boim Akar

Bongkeng menyulut rokok mentholnya. Menghirupnya dalam-dalam. Kemudian menghempaskan asapnya. Karbon putih itu memecah diudara sore yang lembab. Hari baru saja hujan. Jalanan menyisakan genangan air kecoklatan yang memenuhi sebagian badan jalan. Lalu lalang kendaraan melambat seperti kehilangan irama.

Ia melirik jam tangannya. Jam lima lewat lima belas menit. Artinya sudah lebih dua jam hujan mengguyur hari ini. Sialan. Dia hanya bisa menggerutu. Jas hujan yang biasa mengisi bagasi dibawah joknya lupa dia masukkan tadi pagi. Hanya ada jaket yang tidak kedap air. Jika nekat menerobos, itu artinya ia harus siap-siap dana lebih bulan ini untuk ke dokter.

Hush!
Asap putih kembali memenuhi udara. Kemudian pecah dan berbaur bersama kelembaban udara sore. Hujan masih belum berhenti, padahal hari ini ia ada janji dengan salah seorang klientnya yang berjanji memberikan THR bulan ini. Lumayan. Menjelang lebaran.

“ Blum pulang, pak? “
Seorang wanita cantik lewat didepannya. Pegawai kantornya. Ia tersenyum.
“ Hujan,” jawabnya singkat.
“ Gimana sih, ditanya apa, jawabnya apa. Nggak nyambung! Mestinya kan jawabnya, sudah atau belum. Saya juga tahu di luar hujan,”

Gubraks.
Sialan nih orang. Gerutu hatinya. Gua dah jawab baik-baik, eh malah ngeledek. Bongkeng menggaruk rambut ikalnya sembarangan. Ia tersenyum.
“ Bener juga yah. Gua aja yang salah tangkep. Gua yang bego apa dia yang pinter, yah,” gerutu batinnya.
“ Dasar karyawan sableng. Besok kalo jaringan internetnya gua putus kayak tempo hari, baru pada nangis Bombay, lu! Pada macem macem sih ama gua. Tapi si Yani cakep juga yah hari ini. Gua baru sadar, “ batin kucing nya mulai menggerutu.
Detik berganti. Tapi tanda-tanda hujan akan berhenti belum juga nampak. Bayangan kelam masih menggantung dilangit. Petir masih menggelegar dengan hebatnya, seoalah ingin unjuk gigi didepannya. Berkali-kali Bongkeng merubah posisinya karena kilatan cahaya petir diangkasa mirip dengan lampu blits foto. Lumayan, pikirnya. Dapet poto gratis buat akherat. Jadi nggak usah di poto lagi nanti.

Tanpa basa-basi, ia melangkah cepat ke arah parkir motornya. Deretan motor-motor dibiarkan basah oleh pemilknya. Dalam hitungan detik, Angelina Joulie, motor kesayangannya, yang merupakan istri keduanya ia temui. Diusapnya beberpa kali joknya yang basah.

“ Ih…si Boss genit ah, pake usap-usap segala. Geli kan boss,” ucap Angel, nama kesayangan Angelina.
“ Lah, kalo nggak diusap lu sika manyun, kalo diusap lu geli.”
“ Iya, tapi ngusapnya jangan pake nafsu gitu dong boss, Angel kan jadi takut.”
“ Takut apa? Takut nggak kebagian kali lu,”
“ Ah, si Boss, bisa aja.”

Keakraban mereka berdua, sempat membuat pacar Bongkeng marah-marah. Bagaimana tidak, waktu ulang tahun pacarnya Bongkeng cuma memberikan tiket dufan terusan untuk berdua. Satu tiket dua orang. Itu juga karena dia mendapatkan door price dari sebuah majalah rekreasi. Tepatnya sih, hadiah nggak niat. Tapi waktu Angelina Joulie, ulang tahun, atau tanggal pembeliannya, dia langsung Tune Up, Ganti Velg racing, ganti jok. Pokoknya Angelina seperti Monica Belluci yang seksi abis. Sampai-sampai semua mata yang menyaksikan keakraban mereka iri dibuatnya.

Angelina melesat seperti bayangan. Membelah udara dan menyisakan sebaran air yang menciprat dari gilasan roda-rodanya. Bongkeng menarik gas sekuat-kuatnya. Rasanya, hari ini, ia sedang beradu cepat dengan Valentino Rossi dan Marco Melandri. Tikungan demi tikungan dilewati tanpa sedikitpun menginjak pedal rem. Say no to break. Cuma itu yang ada dalam otaknya. Ia melesat, semakin jauh meninggalkan dua lawannya. Melesate melewati jajaran kursi-kursi penonton yang meneriakkan namanya. Mengibarkan bendera merah putih dan bendera kotak-kotak putih hitam seperti papan catur. Membayangkan sebuah tropy akan di angkatnya tinggi-tinggi, menandakan dialah juara sejati dalam pertandingan hari ini.
Hingga tanpa sengaja ia mengangkat kedua tangannya, layaknya seorang juara.

“ Boss, awas ada truk!” Angelina menjerit keras-keras. Bongkeng tersadar.
Astagfirullah. Hatinya ketar-ketir.
“ Bos, kalo mao ketemu malaikat ijroil, jangan ngajak-ngajak dong! Sendiri aja. Nggak tahu apa, velg saya masih baru. Untung bisa ngeles, coba kalo nggak. Bisa jadi dendeng buat lebaran kita,” ocehnya.
“ Aduh…! Bawel! Yang pentingkan kita nggak pa-pa. Udah konsentrasi lagi, kita masih jauh nih. Lagian kamu juga nggak hati-hati. Udah tahu ada truk kenapa nyelonong aja, berhenti dulu kek, ngerem kek, tekek kek! “ Bongkeng ngeles.
“ Uh..kalo begini aja, Angel yang disalahin. Yang pegang stang kan situ boss. Bukan gua!” timpalnya sengit,”kalo gini, gua nggak mao jalan. Gua mo mogok aja. Mogok.”ancamnya kemudian.
“ Dasar perempuan, banyak maonya,”
“ Biarin!”

Dan benar saja. Setelah mengucapkan itu, Angelina tidak mau diajak ngebut. Meski sudah ditarik gas sedalam-dalamnya, ia hanya berlari empatpuluh kilometer perjam saja. Padahal Bongkeng sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik gas.

Jadilah dia harus merayu pacar keduanya. Dengan berbagai rayuan maut yang dilancarkan melebihi gencarnya roket milisi Irak untuk pasukan perdamaian pimpinan Amerika. Dengan janji-janji manis, bahwa ia akan dibelikan bensin paling mahal, akan diganti rantainya yang sudah mulai kendor, bahkan jani makan di restoran jepang segala. Wah, Angelina melompat-lompat kegirangan mendengar janji yang terakhir. Jadilah sekarang Bongkeng yang kewalahan mengendalikan keliaran dan kenakalan kekasih pujaan hatinya ini. Dia hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Takut kejadian tempo hari, ketika Angel marah dan melemparkan nya ke selokan depan komplek. Wah, bisa gawat kalo sampai dilempar ke jalan tol, pikirnya.

Lampu-lampu jalan mulai menyala. Azan magrib berkumadang dari kejauhan. Entah dimana. Jakarta memang menyajikan gedung-gedung tinggi mencakar langit, pusat-pusat perbelanjaan modern, tapi sangat jarang menyajikan masjid-masid yang megah. Sangat berbeda dengan kondisi dinegara tetangga, Malaysia. Dimana pada setiap blok jalan, akan bisa ditemui masjid-masjid yang megah dan ramai.

Setengah jam kemudian, Bongkeng membelokkan motornya memasuki pelataran parkir sebuah pusat perbelanjaan.

“ Kamu, tunggu disini ya, sayang. Gua nggak lama kok. Paling juga dua jam,” Bongkeng menggumam.
“ Oke, boss! Hati-hati, yah. Inget kalo dicium jangan mao,” Angel mengingatkan.
“ Loh, apa hubungannya?”
“ Nggak. Kasihan aja yang nyium. Soalnya lu kan belom mandi dari kemaren, boss!”
Gubraks!
“ Dasar jahil. Jadi selama ini lu liat gua mandi?”
“ Dikit!”

Bongkeng melangkah dengan muka merah. Sementara Angel tertawa cekikikan. Sehingga beberapa Satria dan Shogun yang di parkir didekatnya ngomel-ngomel, karena merasa terganggu.

“ Woy, banci. Berisik banget sih, baru datung juga,” Ninja Biru menyalak dengan ganasnya.
“ Tahu nih. Baru dating bukannya Asalamulaikum, malah cekikikan. Nggak tahu apa gua lagi istirahat.” tambah Shogun.
“ Iya nih,” timpal yang lain

Dan jadilah areal parkir itu ramai dengan suara dengungan-dengungan caci maki yang tertahan kepada Angelina.
“ Eh, bapak-bapak. Catet ye! Gua ini bukan banci. Gua perempuan tulen. Udah ada sertifikat nya dari MPI, alias Majelis Permotoran Indonesia. Nggak usah pada minder gitu dong, kalo gua lebih seksi dari lu semuanya,” jawab Angelina santai.

Jadilah suara-suara makin gaduh. Tapi Angelina sudah bermimpi, berkejaran berdua dengan Bongkeng di alun-alun surya kencara yang selama ini hanya ia bisa dengar,atau mencuri dengar tepatnya, dari majikannya, atau pacarnya, atau selingkuhannya, atau teman-teman boss nya, yang selalu bercerita tentang tempat sangat menakjubkan itu. Lapangan sangat luas dengan aliran sungai kecil di tengahnya. Padang rumput yang selalu berbau wangi. Dan kuntum-kumtum edelweiss yang selalu memanjakan mata, kemanapun memandang. Birunya langit dengan gumpalan-gumpalan awan maha putih. Atau matahari terbenam yang menyajikan pemandangan spektakuler tanpa tanding.

Hanya ada dia berdua. Berlari berkejaran ditemani suara angina yang menderu diantara pinus dan cantigi.

Bongkeng melangkah cepat. Seakan diburu waktu. Sudah setengah jam lebih ia terlambat. Padahal yang akan ditemuinya adalah seorang kient besar. Seorang perempuan pula. Untunglah, otak ngeres nya sudah ditaruh dalam laci meja kerjanya sebelum berangkat tadi. Jika tidak, wuih, bisa jadi ia langsung booking hotel di Blok M. Untunglah.

Suasana kafe tempat pertemuan mereka sudah sangat ramai. Bongkeng menyapu pandangannya kesetiap sudut ruangan yang ditata bergaya modern kontemporer, dengan sentuhan khas Bali.

Alunan musik lembut, menyambut Bongkeng masuk. Suasana yang romantis, pikirnya. Ia melangkah memasuki ruangan tengah. Diambilnya Handphone mungil dari balik bajunya. Tangannya menari menekan tombol-tombol yang ada disana. Sebuah nomor tersambung dan, Call..
“ Hallo,”
“ Kamu dimana? Oh, iya iya. Saya tahu. Saya sudah didalam kok.”
“ He’eh. Iya saya lihat.”
“ Yang pakai baju pink yah?”
“ Dipojok?”
“ Oh…ya..ya…!”
“ Oke!”

Telepon terputus. Belum lagi Bongkeng memasukan HP nya ketempat semula, seraut wajah menoleh kebelakang. Seraya melambaikan tangan. Bongkeng membalas dengan senyum mautnya.

Wih, cakep juga nih orang, pikirnya. Sayang, tugas kantor. Kalo nggak dah gua sikat deh. Hatinya mengerutu.

“ Mas Bongkeng, yah? Saya Weny,” si gadis menyapa.
“ Bongkeng,” katanya seraya mengulurkan tangannya. Senyumnya mengembang.
Weny tersenyum. Manis. Melebihi kurma masak dari Irak. Rambut lurusnya terurai lepas hingga ke punggung. Nampaknya, rambut ini konsumsi salon-salon mahal di Jakarta. Matanya sendu. Kulitnya kuning langsat, khas orang jawa. Bibirnya yang berwarna merah jambu, membingkai gigi-giginya yang putih. Perpaduan yang menghasilkan kesempurnaan senyum. Meski begitu, ia jauh dari kesan perempuan nakal. Intelek malah. Dan ini yang Bongkeng suka. Perempuan seperti ini, sulit di tebak, begitu pikirnya.

Untung si Angelina nggak liat, coba kalo ada. Bisa nagis Bombay terus minta diajak kesalon dia. Kalah cakep. Kalah seksi. Wah, pokoknya lewat aja. Tewas. Batinnya.

Setelah memesan makan dan minum, mereka berbicara formal membicarakan bisnis. Dari mulai pembelian, sampai bonus yang akan diteriman Bongkeng. Untuk iming-iming, dia diberikan sebuah kamera digital canggih. Katanya, ini Cuma hadiah. Padahal, Bongkeng tahu, ada sejuta trik yang akan dilakukan seorang marketing untuk bisa menggaet pasar. Meski harus berkorban. Tapi, Bongkeng tidak menolak tentunya. Ini rejeki, katanya.

Obrolan berlangsung kemudian dengan santai. Wenny, nampak sangat menikmati obrolan hari itu. Banyolan-banyolan segar keluar dari mulut Bongkeng dengan manisnya. Membuat beberpa kali Wenny terpaksa ke kamar kecil. Entah muntah atau kebelet buang bair kecil. Entahlah. Hanya Wenny dan Tuhan yang tahu.

Malam merangkak naik. Bulan sabit memancarkan sinarnya yang redup. Beradu terang dengan cahya kelap-kelip lampu-lampu jalan. Tanpa terasa mereka sudah menghabiskan waktu tiga jam disana. Dari obrolan bisnis, sampai hoby dan kehidupan pribadi. Dari keluarga, sampai harga minyak tanah dan cabe merah yang sekarang naik. Semuanya dibahas.

“ Oke, mas. Terima kasih atas bantuannya. Saya sangat menikamati malam ini, “
“ Saya juga. Terima kasih untuk traktirannya malam ini,”
Wenny hanya tersenyum.
“ Sampai ketemu,”
“ Bye”

Bongkeng menatap Wenny yang masuk ke mobilnya. Sengaja ia menunggu hingga mobil itu keluar areal parkir. Deru mesin menghasilkan karbon panas keluar. Udara dingin. Hujan sudah berhenti dari tadi.

Lambaian tangan dan senyum manis Wenny di jawab serupa oleh Bongkeng. Hatinya gembira. Malam ini, ia merasa sangat bahagia. Ternyata tugas kantor yang disangkanya akan bertemu cukong Tionghoa yang kadang membosankan, berubah menjadi sebuah date. Blind date. Hatinya bernyanyi riang.

Ringtone Sinchan pholiphonik dari HP mungilnya meraung. Sebuah nomor yang tidak asing lagi tertera di layer warna handphonenya.
“ Woy …! Kemana aja sih, nggak nongol-nongol? Katanya mo ke senayan. Ni anak-anak dah pada bulukan cuman nungguin lu doan. Dasar kampret gemblung! “
Seorang perempuan mencaci maki disebrang sana. Bongkeng melongo. Di hantamkanya telapak tangan di jidanya.

Mati gua. Hari ini ada janji sama anak-anak Kamprets di Senayan. Mampus gua di cincang ma si biang Kamprets.

Angelinaaaaaaa……………..berangkaaaaattttt!

Tamat

1 Comments:

At 12:28 PM, Anonymous Anonymous said...

I find your site when I blog surfing thank you.
Amy

 

Post a Comment

<< Home