Friday, December 24, 2004

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO
1998

Perjalanan Pertama Kepuncak Raden Surya Kencana


Sudah lebih dari dua tahun nggak pernah naek gunung. Rasanya kangen banget. Maklumlah kita kan, pelajar bro! Jadi kudu banyak-banyak belajar. Biar ulangan umum nanti nilainya bagus.

September 1998,
Temen gw ngajak naek! Wah tawaran menggiurkan nih. Apalagi udah dua tahun. Gimana nggak ngiler dengernya! Apalagi katanya gw mao diajak ke Gunung Gede Pangrango. Wah….gw belon pernah. Langsung aja gw confirm untuk ikut. Gw nggak mikir waktu itu dapet duit dari mana, yang penting confirm. Pas di cek ama temen gw dananya sekitar tiga puluh ribuan! Wah, mahal juga yah. Tapi udah kading nafsu, ya gw ikut juga.

Berangkat malem
Gw janjian sama temen gw di terminal Bekasi. Dan kita akan berangkat malam hari. Wah….gw nggak pernah pergi malem-malem! Ampun deh! Gimana caranya gw nggak tahu. Ah, gw cuman ikut doing kok jadi nggak masalah. Ternyata enak juga jadi pengikut, nggak jadi pembimbing..ha..ha…!
Yang udah kumpul ternyata banyak juga. Ada beberapa orang bawa carrier besar dan dengan body yang…bujug, gede-gede semua, gw sampe m+inder ngeliatnya. Tapi cuek aja ah….yang penting kan gw ikut.
Kami pun berkenalan. Ada si Legowo, dari bulak kapal dan ada beberapa orang dari sebuah perusahaan Jepang di Cibitung. Waw…gw kebanting kayaknya nih! Tapi gw cuek aja, yang penting naek. Akhirnya bus ke kampong rambutan sampai. Kami bergegas naik dan merpatkan barisan di kursi belakang. Ada 12 orang, semuanya. Seru juga. Dari kampong rambutan, perjalanan kami lanjutkan dengan menaiki bus ke Bandung lewat puncak. Setelah nego harga, kami naik dan kembali dengan lamunan masing-masing. Pendakian pertama dengan orang-orang baru. Semoga menyenangkan yah!

Di Pos Gunung Putri
Gw sebenernya nggak tahu perjalanan ini akan berakhir dimana. Gw aja baru pertama kali ke Gunung Gede dan nggak ngerti medan sama sekali. Tapi gw tekad baja sama berani malu aja. Makanya gw terus maju pantang mundur! Pukul setengah satu pagi, kmai tiba di sebuah dataran yang menurut gw cukup tinggi. Bintang bersiar dengan malu-malu dan sedikit berkejap menyapa kami. Kerlingannya membuat pemandangan pagi ini terasa sedikit menyenangkan. Setelah mencarter mobil dari pasar cipanas, gw langsung tidur lagi. Cape banget. Sementara geliat kehidupan di pos gunung Putri masih menampakkan kegairahan. Apa memang seperti ini setiap kali kehidupan di kaki gunung? Gw juga nggak ngerti.
Beberapa orang, kemudian turun untuk menyerahkan foto copy KTP yang sudah disiapkan dari rumah. Kami yang lain menunggu dan berjalan–jalan melihat kehidupan yang gw rasa berbeda dari tempat gw. Udara masih belum bersahabat. Dinginnya nggak ketulungan! Apa lagi gw ternyata nggak bawa jaket yang memadai. Selesai makan gw bersantai sambil berdiskusi dengan beberapa rekan senior tentang medan yang akan kami daki. Ada was-was berselimut dan menusuk tiba-tiba. Ketika seorang teman mengatakan, bahwa jalur Gunung Putri adalah jalur terkejam di TNGP. Apa iya gw sanggup. Yah..begitulah hati gw galau! Tapi gw berserah pada yang kuasa. Senter, kupluk, jas hujan mulai disiapkan. Semuanya, gw pake. Nggak ketinggalan sarung tangan pemberian seorang teman gw yang sangat baik. Made in China yang di depannya ada gerigi-geriginya.

Mulai melangkah
Entah sudah jam berapa gw lupa. Perjalanan kami mulai. Setapak-setapak tanah lembab dan perkebunan kami lewati, hingga pada suatu persimpangan dekat dengan kali kecil, kami tersesat. Ada yang mengarah ke atas terus, tapi ada seorang yang mengatakan kita harus berbelok! Gw cuman cengar-cengir sambil ketar-ketir. Dibelakang rombongan, pemandangan malam di gunung putrid kelihatan bersahaja. Lampu-lampu rumah dan jalan masih kelihatan dengan kelip-kelip dikejauhan. Udara bertambah dingin. Akhirnya kami memutuskan kebawah dan melewati sungai kecil di sekitar satu. Dan seorang di depan berteriak “ Bener! Ini jalannya!” Wah senangnya….
Menjelang pos terakhir kami berhenti untuk sekedar melepas lelah dan penat dan letih menempuh perjalanan jauh. Ada segelas kopi panas manis terhidang begitu gw dan dua rekan gw sampe. Sedikit roti berselai dan bermargarin menemani peristirahatan kami malam itu. Canda tawa dan sedikit gurauan terdengar, meski agak di paksakan. Selain karena kondisi badan, juga kantuk yang semakin menerjang membuat pertahanan mata kami buntu. Dan satu persatu kamipun terkapar beralas tanah basah hutan dan beratap payungan rimbun pohon-pohon disana. Lapat-lapat terdengar suara adzan dari kejauhan. Mungkin kah subuh? Tapi hari itu kami benar-benar letih. Hingga kami tidak mengerti keadaan kami waktu itu. Terutama gw. Gw masih amat sangat letih. Pun ketika kami dibangunkan pada waktu hari sudah terang. Gw sebenernya masih pengen molor. Kami melanjutkan perjalanan dengan malas. Beberapa meter didepan terlihat sebuah banguan serupa seperti dua dibawah. Buntut Lutung! Itu yang terlihat pada tiang penyangga gubuk itu. Gubuk bertiang satu, dan beratap ijuk berlapis seng! Ada tempat tuduk melingkar mengikuti bentuk atapnya. Mudah-mudahan sudah tidak jauh lagi. Gw cuman bisa meringis melihat medan mendaki didepan. Seorang teman menawarkan seteguk air minum dari sebuah botol air mineral. Dia sahabat gw yang ampe sakarang bisa gw andelin. Akhirnya perjalanan pelan-pelan gw lanjutin. Berdua gw ketinggalan sama temen gw di belakang. Alesannya biar bisa sweeping, padahal nggak kuat! Yah akhirnya begitulah.

Surya Kencana Pertama Kali
Dan menjelang siang hari, bonus perjalanan sudah muali terasa, dataran atau jalan rata mulai nampak didepan mata. Lega rasanya melihat jalanan yang sangat bersahabat di sela kantuk dan letih. “Hoyyy…surken! Surken!”
Seorang pendaki, berteriak-teriak dari kejauhan Ini lah taget kita. Makanya gw seneng banget. Semangat terpompa hingga diujung ubun-ubun. Ah…hamparan edelwais yang sudah hamper jatuh, menari-nari memanjakan mata. Alhamdulillah ya Allah. Cuman tiga patah kata itu yang gw bisa bilang. Temen gw yang cewek dua duanya nangis disamping gw. Katanya nggak kuat, seneng dan terharu. Gw coba kuat. Dan untuk menghilangkan kejenuhan gw coba ambil langkah perlahan meninggalkan rombongan yang satu-satu sampai dan bergabung dengan kami. Keptusannya adalah mengisi perut yang udah mulai mencabik-cabik dari dalam. Mungkin cacing-cacing dalam usus udah nggak betah puasa dan berdemonstrasi didalam sana. Gw masih penasaran dengan keadaan sekarang. Antara sadar dan tidak. Inilah kalo pertama gw menginjakkan kaki di Surya Kencana yang sangat tersohor itu. Untuk pertama kalinya melihat keindahan edelwys yang kata orang bunga abadi, yang hanya tumbuh di atas gunung dan dengan pengorbanan untuk mendapatkannya.

Pelajaran Berarti
Ada banyak yang bisa gw petik dari perjalan kali ini. Ada banyak persahabatan terjalin disini. Gw happy dan ternyata banyak pendaki yang menjadi sahabat gw dipendakian ini. Ada banyak teman baru, ada pengalaman baru. Ditenda gw selalu tidur dan tidur, karena cuaca waktu itu amat-sangat crowded. Nggak bersahabat. Tapi pengalaman manis pendakian pertama membuat gw selalu ingin dan ingin kembali ke gunung!....

Memory pendakian pertama




1 Comments:

At 11:40 PM, Blogger birudongker said...

met' malam prend... apa kabar ? asyk yee bisa hiking... gw pengen bangett... tp kenapa yaa koq ad aj halangannya :(

 

Post a Comment

<< Home