Friday, December 24, 2004

Kisah ke 1. TANGKUBAN PARAHU DAN SKORSING SEKOLAH.

Kisah ke 1.
TANGKUBAN PARAHU DAN SKORSING SEKOLAH.

PROLOG
Hobby tampaknya emang bukan hal yang murah untuk di bayar. Bahkan terlalu mahal mungkin. Ada kalanya orang mengorbankan segala sesuatu, hamper separuh waktunya, bahkan lebih, hanya untuk menyalurkan hobby. Bermusik bias berjam-jam, bahkan berhari-hari. Membaca bisa lupa waktu, main game bisa nggak pulang-pulang, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan pendaki. Hoby mereka mahal, mewah, berbahaya dan sekaligus mendebarkan juga mengasyikan.
Ada banyak yang bisa di dapat dari mendaki. Pengalaman spiritual yang nggak akan bisa dicari pada tempat manapun di dunia ini, atau pengalaman fisik yang membuat kaku semua kaki. Dari pangkal paha ampe ujung kaki, atau pegel dipinggang dan punggung yang nggak ketulungan. Ah…belum lagi betis yang rasanya nambah kaya tales bogor ampe kepala yang muter nggak karuan lantaran pusing. Tapi anehnya, sekali mendaki ada candu yang langsung bersarang didalam aliran darah. Sehingga membuat kita ingin lagi, lagi dan lagi. Entah ada titik jenuh atau tidak, yang jelas buat ku, semuanya bahkan tidak bisa dilukisakan lewat goresan pena atau sebaris puisi. Terlalu indah, terlalu sacral dan terlalu berkesan. Cobalah…dan anda akan mengerti.

TANGKUBAN PARAHU
Agustus 1996

Hujan rintik membelai seantero kota pagi itu. Jalanan masih lagi becek karena hujan semalaman. Uh…Agustus ini kenapa ada ujan turun sih, nggak normal, gerutu gw berkali kali. Aneh! Nggak Logis! Namun gw sadar kalo itu semua kehendak dari Yang Maha Kuasa. So…gw mesti siap ngadepin semuanya.

Hari ini adalah hari istimewa buat gw. Pendakian pertama gw waktu SMU. Kebayang kan gimana rasanya. Temen baru, yang ngakunya udah keliling jawa, dan pake sumpah segala buat yakinin temen yang laen, kalo dia pernah kesana dan kemari. Ahh…gw vuman bisa bengong sambil nganga deh. Ampun, hari ini jalan macet. Gw udah siap dengan segala perabotan tempur gw. Gw bawa perlengkapan standar aja. Jaket, senter, kupluk, tas versi tahun jobod, rada gede dan –tebak apa- ada tulang dari besi di punggung! JAdi malu kalo liat anak sekarang naek. Semuanya serba wah, kaya took jalan. Wangi lagi!

Ternyata senior-senior gw udah pada nunggu di depan gerbang. Gw jadi inget pesen kepala senior waktu kemaren teknikal meeting, “ tolong, buat ade-ade semua, peralatannya jangan dibawa ke sekolah, simpen aja di warung depan. Saya sudah ngoomg sama yang punya warung, katanya boleh. Seperti kalian tahu sendiri pendakian kita kali ini masih belum mendapat restu pihak sekolah, jadi masih illegal!” Tahu apa yang gw pikir, ah…cuek aja. Nggak ngaruh! Temen-temen seangkatan gw juga dengan tekad baja bersumpah demikian. Kita akan berangkat dengan resiko apapun dari sekolah dan dengan konsekwensi apapun. Hah…gw nakal kan!

Tanggal 15 Agustus. Artinya besok gw berangkat, hari ini pemberkalan terakhir dan pengecekan peralatan. Diwarung depan sekolah, dan didalem kita cuman berdiskusi aja. Semuanya sudah sepakat. Ilegal, dan mengambil segala resiko! Ampun! Maklum hobby! Semuanya ada sekitar 25 orang. 10 orang Perempuan dan 15 orang lakilaki termasuk para senior dan pembimbing! Kita akan naek dari JayaGiri ke puncak. Sampe puncak tanggal 17 Agustus dan turun lewat jalur wisata. Begitu kira-kira planning yang dibuat. Seru juga!

Pada jam istirahat semua orang panik. Maksudnya yang anggota pendakian. Seorang senior keluar dari ruang kepala sekolah dengan wajah tertunduk. Lesu dan sedih. Dan kami semua berkumpul di belakang labolatorium kompuer di sebelah kantin. Rasanya seperti di sengat lebah ketika itu. Tubuh genetar dan kami hanya bisa saling pandang. Mauh tahu isi pernyataanya? Jika pada tanggal 17 Agustus jam 07:00 WIB kami tidak berkumpul di lapangan upacara, maka kami akan menerima skorsing antara satu minggu sampai waktu yang belum di tentukan. Dan untuk kelas 1 [gw, waktu itu] akan langsung di pulangkan keorang tuanya tanpa ada kompensasi apapun! Jedugh! Gimana coba!

Sempet keder juga sih, waktu itu, tapi apa boleh buat. Gw jalan terus. Malu kan? Carrier udah siap dan semuanya udah ready. Tinggal berangkat aja! Keputusannya, pada tanggal 17 Agustus pagi, gw bareng kawan-kawan senasib kumpul dilapangan upacara dan mendapat santapa rohani panjang lebar, tentang medan dan bahaya di gunung. [Maaf pak, nggak ngaruh, kata gw]. Pukul setengah sembilan para tersangka di bubarkan dan kami pulang masing-masing! Tebak apa yang terjadi. Gw bareng 6 teman gw berangkat juga ke Tangkuban parahu. Tapi nggak pake jalur Jayagiri. Pake jalur wisata. Disana gw ketemu sama senior-senior gw. Tepatnya di punggungan tengah dua kawah di Tangkuban parahu. Semua orang ketawa waktu kami cerita tentang hal itu. Termasuk senior dan pembimbing. Ampun, bandel banget sih!

Pendakian pertama bareng temen-temen SMU, ya baru kali ini. Kalo gw sih nganggapnya bukan pendakian, tapi pindah tidur, dank arena nggak punya duit jadi tidur di hutan! Ada banyak kisah yang menyentuh. Ketika persaudaraan baru terangkai, cobaan sudah mulai terlihat di depan mata. Entah, apa gw akan berlanjut meneruskan hobby menjadi pendaki atau alih-alih berubah jadi penyanyi dangdut aja kali. Ha..ha…gw nggak ahu deh. Yang pasti sekarang gw akan terus mendaki-dan mendaki. Gak peduli bolos atau gimana caranya.

Salam
Dari yang terlupakan tahun 1996

0 Comments:

Post a Comment

<< Home